https://medium.com/the-human-condition/b9b035d39e2d
Mau nggak mau, menjadi dewasa harus stick to the good circumstance. Karena ketika kamu lelah menjadi orang baik, terlalu sulit mencari jawaban kenapa kamu harus selalu baik, yang di lain sisi banyak sekali orang yang bisa jadi ngeselin yang bisa bikin kita muak menjadi baik. Tapi, menjadi baik adalah sebuah keharusan, there's always good for being kind, karena nyatanya hakikat bahagia sesungguhnya yaitu menjadi bahagia untuk dan karena diri sendiri, dan menjadi nyaman karena bahagia. Kegagalan orang-orang untuk selalu baik mungkin menjadi turning point yang seharusnya bisa diambil hikmahnya. Lihat sekitar, lihat pergaulan, lihat energi-energi yang diserap.
Dengan banyaknya masalah yang menghampiri semakin orang tambah tua, kadang orang menjadi muak. Dan bukannya mengambil hikmah, tapi karena terus-terusan dihujani masalah yang sama, kadang kita ingin berontak. Lari dari kesialan yang selalu datang. Lalu berubah. Egoisme berfantasi masalah akan hilang. Mengubah manusia.
Contoh.
Perbedaan mendasar tinggal di Jakarta dan tinggal di kota lain yang nggak lebih semrawut. Jakarta keras. Jelas orang-orang yang tinggal menyesuaikan dengan keadaan disana. Orang-orang, berawal dari terjebak di situasi yang rumit seperti kemacetan parah, mulai terpancing. Nggak sabaran. Mau nyerobot. Senggol sana sini nggak bertanggung jawab. Semua mau mengikuti egoisnya sendiri. Mau nggak mau, watak terjebak kemacetan lama-lama bisa ngaruh ke kegiatan sehari-harinya. Kebiasaan nggak sabaran, kebiasaan mau nyerobot, kebiasaan lari dari tanggung jawab. Kebiasaan sudah egois. Sungguh terheran-heran, watak bisa muncul karena kebiasaan, yang disebabkan oleh kemacetan. So simple, yet horrifying!
Hahaha.
Karena saat ini, saya ada di titik yang butuh dibanjiri pesan-pesan positif. Biar tertular energi positifnya.
Karena lelah menjadi orang yang baik, I an't proud. Karena sulit mencari alasan untuk tidak baik.
What would you get for being no kind and good? Regret.
No comments:
Post a Comment