Satu hal yang saya sadari saat ini adalah kemauan saya untuk masuk ITB saangatlah besar. Oleh karena itu, saya memulai untuk mempelajari bahan-bahan yang akan diujikan dalam ujian SNMPTN supaya saya bisa lulus untuk masuk ke ITB. 6 bulan yang lalu saya benar-benar dihadapkan pada sebuah pilihan yang berat, dan berakhir disini, Sastra Inggris Unpad dengan catatan saya akan kuliah sembari belajar untuk persiapan SNMPTN lagi di tahun depan. Tapi alhasil, selama 6 bulan saya terlena. Kehidupan kuliah di Sastra Inggris membuat saya malas. Sebenarnya tergantung sikap orang masing-masing sih, contohnya saja teman saya, sebut saja inisialnya RHEP, dia mungkin terlalu memfokuskan diri belajar untuk ujian PTN lagi, kehidupan kuliahnya hanyalah sebuah rutinitas yang tidak terlalu di fokuskan. Sambil lalu, untuk mengisi waktunya daripada menyandang status ‘nganggur’. Saya pun berfikir demikian, tetapi kemudian benak saya berontak. Seperti memiliki kontradiksi dengan apa yang RHEP pikirkan. Saya harus menganggap kuliah saya juga penting. Malu rasanya jika nantinya sudah belajar sebegitu keras tapi Allah tetap tidak mengizinkan kita pindah kepada jurusan yang menjadi harapan dan cita-cita kita. Jadi kalaupun nanti rezeki saya tetap si Sastra Inggris, saya masih tetap diterima dan dipandang berprestasi disini. Kedua hal tersebut harus disetarakan kedudukannya. Tidak bisa kita fokuskan salah satunya. Berat? Tergantung kita saja bagaimana menyikapinya. Kuliah saya di Sastra Inggris hanyalah memakan waktu 4 hari, 3 hari saya libur. Bukankah waktu tersebut cukup untuk digunakan semaksimal mungkin membagi kegiatan kuliah dan belajar yang maksimal. Tapi lagi-lagi setan ikut berbicara. Membisikkan kemalasan kepada kita sehingga yang kita lakukan hanyalah membuang dan menyiakan waktu luang kita tersebut.
Rasa malas sangatlah wajar menclok kepada siapapun. Apalagi saya. Saya adalah orang yang sangat mudah mengantuk. Setiap baru belajar sebentar tahu-tahu saya sudah menguap dan merasa ngantuk. Berat goodaan untuk menolak tidur, lagipula kalau diteruskan akan percuma karena saya tidak dapat berkonsentrasi. Tapi kita harus berjuang untuk melawan itu semua. Allah akan melihat perjuangan kita. Ingat, kita semua bersaing. Meskipun, kalian adalah pelari tercepat di dunia namun jika kalian lengah banyak orang-orang yang unggul yang akan dapat membalap kalian untuk lebih cepat sampai ke garis finish.
6 bulan saya lewatkan secara santai-santai. Saya rada menyesal, sih, soalnya 6 bulan waktu kelas 3 SMA kemarin saya dapat mendapatkan banyak ilmu baik itu Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Tapi disini saya hanya mampu terfokus mempelajari Bahasa Inggris. Saya benar-benar dijauhkan oleh pelajaran-pelajaran eksak. 6 bulan bukanlah waktu yang lama untuk dapat melupakan semua pelajaran-pelajran tersebut. Sangat mudah, menguap secara cepat dari otak saya. Saya tahu akan berat rasanya jika kita hanya berjuang sendirian, tanpa memberitahu orang tua kita dengan alasan untuk memberi kejutan kepada mereka jika nantinya diterima, atau tidak menanggung malu apabila tidak diterima karena mereka tidak tahu. Tapi, kemarin lusa ayah saya berkata : “Lagi belajar, Kak? Wah, mau ikut SIMAK lagi?”. Tapi saya bilang : “Enggak kok, Yah,”. Ayah saya kemudian menjelaskan : “Ceritanya mau bikin kejutan, ya. Tapi, semua itu kan 60% restu orangtua lho. Kalo gak bilang gimana bisa di doain. Gini-gini 40% dari doa mama, 20% dari doa ayah baru 40% sisanya adalah perjuangan kamu sendiri”. Dipikir berulang kali, semua kata ayah memang ada benarnya, biar bagaimanapun doa orangtua sangat penting.
Tapi resiko yang akan saya terima kalau semua orang tahu saya akan mengikuti ujian lagi tahun depan, kalau saya (lagi-lagi) tidak mendapatkan apa yang saya pilih, bebannya akan terasa berat. Saya mungkin seorang yang gengsi. Iya, saya tidak mau orang tau kalau saya nanti akan gagal (lagi). Saya sudah memutuskan untuk tidak mengikuti SIMAK, karena saya benar-benar tidak ada ketertarikan terhadap UI, entah kenapa. Saya ingin kuliah di luar, pelajaran mendiri tentulah sangat berharga, dan akan berguna di masa depan nantinya. ITB atau UGM, keduanya bagus di bidang Arsitektur, bidang yang saya impikan sejak SMA.
Tapi ada sedikit yang merasuki pikiran saya juga, masalah magang atau cari tambahan uang untuk diri saya sendiri. Saya ingin sekali mempunyai penghasilan sendiri. Tujuan utama saat ini mungkin adalah untuk menambah pemasukan membeli formulir untuk ujian mandiri ITB, atau mungkin juga untuk SNMPTN. Kata, IF, pacar teman saya PA, kesempatan magang di Bandung sangatlah besar. Apalagi ditambah dengan jam kuliah saya yang sangat lowong. Jika niat mencari dan pandai mengatur waktu pasti semua akan berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Tapi lagi-lagi, benar kata teman saya IR, harapan kadang tidak sesuai dengan harapan. Persiapkan semua kenyataan pahit, tapi tetap kita harus tetap optimis memandang hidup ini.
Mugkin saya sangat membutuhkan Allah untuk membantu saya memikirkan hal ini. Hmm. Saya akan berunding, apa yang harus saya lakukan. Semua dorongan dalam diri saya, saya tahu, Allah-lah yang mendorong saya. Semua yang Dia berikan, itulah yang terbaik. Tidak bermaksud pasrah, toh saya juga akan berusaha meskipun usaha saya sangat kecil sekali di mataNya. Saya minta doa dari teman-teman semua. Tetap semangati saya, mungkin ini akan menjadi tahun yang sibuk. Amin. Jangan malas lagi! (Milyaran kali saya serukan itu kepada diri saya, haruskah menjadi triliyun baru kalimat tersebut manjur untuk saya?) Semangat! Untuk para pejuang senasib seperti saya :)
No comments:
Post a Comment